DIY, BeritaTKP.com – Jaringan pengedar obat keras berbahaya antar provinsi berhasil diringkus. 8 Orang tersangka diamankan dan jutaan butir pil disita sementara satu orang dalam pengejaran.

Para tersangka yakni, pria berinisial ZLD, perempuan inisial PP keduanya warga asal Sleman. Kemudian pria inisial HDR dan IRD warga Sumatera Utara, pria inisial AEP warga Jakarta Timur, perempuan inisial AJW warga Jawa Barat.

Selanjutnya, pria inisial SMT warga Jawa Barat dan RLD warga Jakarta Timur.

Wadir Resnarkoba Polda DIY AKBP Bekti Andriyono pengungkapan kasus ini berdasarkan hasil pengembangan dari kasus sebelumnya. Berawal dari penangkapan ZLD dan PP di Sleman pada 7 Oktober yang lalu.

“Ini dari tanggal 7-23 Oktober lalu, jadi pengembangan dilakukan kurang lebih selama dua pekan. Kemudian dengan tersangka sebanyak 8 orang,” kata Bekti saat rilis kasus di Mapolda DIY, Selasa (9/11/2021).

Dari situ, polisi kemudian menelusuri lagi jaringan ini, dan mengamankan 6 tersangka lain di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jakarta.

“Ini pengungkapan jenis obat keras jaringan antar provinsi DIY, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jakarta Timur,” ujarnya.

Obat keras yang disita polisi jumlahnya ada jutaan butir. Terdiri dari pil putih bertuliskan huruf Y, pil kuning bertuliskan DMP dan Nova, trihexyipenidyl, dan tramadol.

“Barang bukti obat keras sebanyak 1.388.150 butir,” katanya.

Polisi, kata Bekti, masih terus mengembangkan kasus ini. Karena pemasok obat keras untuk tersangka yang berinisial SMT masih menjadi buron hingga kini.

“Jadi ini pengembangan dari pertama di Sinduadi (Sleman) kembangkan ke Sumut dan ke Jakarta Timur dan Bekasi. Hasil pemeriksaan SMT, dia dapat obat dari AM. Tapi AM ini sampai saat ini masih buron,” bebernya.

Selain mengamankan obat keras dengan jumlah ribuan, polisi juga menyita kendaraan yang digunakan untuk mengangkut obat-obatan terlarang tersebut. Polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 196 UU RI No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 ayat 1 angka 1 KUHPidana.

“Ancaman hukuman 10 tahun penjara atau denda Rp 1 miliar,” pungkasnya. (RED)