
Riau, BeritaTKP.com – Polda Riau resmi menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kredit fiktif di salah satu bank milik negara (BUMN) yang beroperasi di Kabupaten Pelalawan, Riau. Kasus ini menyebabkan kerugian negara mencapai hampir Rp8 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, S.I.K., mengungkapkan bahwa kasus tersebut ditangani oleh Tim Subdit II Ditreskrimsus sejak November 2024.
“Iya, dua tersangka sudah kami tetapkan,” ujar Kombes Ade, Senin (10/11/2025).
Modus Kredit Fiktif dan Proses Penyidikan
Kasus ini berawal dari temuan kejanggalan dalam pemberian fasilitas kredit kepada sejumlah debitur di unit bank BUMN yang berlokasi di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan.
Penyidik menduga adanya praktik penyaluran kredit fiktif, di mana proses pengajuan dilakukan tanpa memenuhi ketentuan internal perbankan.
Dalam tahap awal, penyidik menetapkan mantan pegawai bank berinisial LF, yang sebelumnya menjabat sebagai Marketing Kredit, sebagai tersangka pertama.
“LF diduga ikut serta memproses permohonan kredit dengan data yang tidak sesuai kondisi sebenarnya di lapangan,” jelas Kombes Ade.
LF ditetapkan sebagai tersangka pada 21 Agustus 2025, dan berkas perkaranya telah dikirim ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau sehari setelahnya. Namun, pada 9 September 2025, Kejati mengembalikan berkas tersebut disertai petunjuk (P-19) untuk dilengkapi.
Keterlibatan Pihak Ketiga
Dari hasil pengembangan, penyidik menemukan adanya keterlibatan pihak ketiga berinisial RA, seorang wanita yang bertugas mencari data calon debitur.
“RA ini pihak ketiga yang menyiapkan calon-calon penerima kredit, meskipun secara administrasi dan fakta lapangan tidak sesuai ketentuan,” terang Kombes Ade.
RA kemudian resmi ditetapkan sebagai tersangka kedua. Kedua tersangka diduga bekerja sama dalam mengajukan kredit usaha mikro melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kupedes Rakyat (KUPRA) secara fiktif.
Kerugian Negara dan Dasar Hukum
Berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau, praktik kredit fiktif yang berlangsung sejak 16 Januari hingga 3 Agustus 2024 ini menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp7,975 miliar.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan:
- Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001,
- Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana korupsi.
“Saat ini berkas perkara keduanya masih dalam proses pemberkasan untuk dilimpahkan kembali ke Kejaksaan,” tutup Kombes Ade.(æ/red)





