Awas Wartawan Rea Reo Lebih Pintar Dari Anak TK

475
Pimred BeritaTkp
Pimred BeritaTkp

Surabaya, BeritaTkp.com – Dengan dikeluarkannya undang-undang N0.40 tentang Pers, dunia jurnalistik semakin prihatin dan menunjukkan eksistensinya sebagai control social di kalangan masyarakat dan banyak membantu memberikan berbagai informasi dalam pembenahan pengungkapan berbagai peritiwa yang diterbitkan melalui sentuhan sebuah karya karangan penulisan yang hadal  berdasarkan pada pengumpulan fakta di lapangan atau bukti ontektik temuan seorang insan Pers memberikan sesuatu yang bersifat membangun negeri tercinta ini.

Namun dengan adanya kebebasan pers bukan berarti tanpa adanya aturan-aturan yang di buat guna mencegah banyaknya penyimpangan dilapangan baik yang dilakukan insan pers itu sendiri, maupun terjadinya benturan di lapangan dengan berbagai narasumber yang di temui guna mendapatkan bahan informasi untuk pemberitaan yang ada serta akurat dan investigasi, Namun fakta dilapangan menunjukkan justru apa yang telah dilakukan serta dikeluarkannya berbagai perundang-undangan tentang Pers baik itu yang telah di rumuskan melalui Dewan Pers dan di sahkan oleh Pemerintah pusat maupun kota seakan kurang dapat memberikan kontrol dan perlindungan bagi para kulitinta ini dalam melakukan tugasnya.

Bahkan seringkali banyak terjadi laporan yang menimbulkan keresahan di berbagai instansi karena banyaknya media serta oknum-oknum wartawan yang tidak jelas status keberadaannya, serta cenderung hanya mencari-cari kesalahan pejabat yang ada, bahkan adapula yang berprofesi sebagai markus (makelar kasus) namun berkedok Pers dan tidak memiliki payung redaksional dan eksistensi medianya pun masih perlu di pertanyakan. Dan Media serta kartu Pers yang di kenakanpun seakan hanyalah sebagai simbol namun dalam praktek kenyataan dilapangan dalam menjalankan tugasnya sebagai Jurnalistik oknum-oknum wartawan ini tidak pernah melakukan penerbitan pemberitaan baik itu melalui media Cetak, majalah, tabloid maupun di media online yang sesuai dengan nama media di pers card yang dikenakannya.

Di Salah satu media yang di duga, media awu-awu alias abal-abal aja, media kembang kepis ini seakan sudah mencoreng nama baik insan pers yang sungguhan, ironisnya media yang sudah tidak terbit lagi kartu pers card masih pancangkan didada seakan seperti wartawan yang profesional dan handal?.

Biarpun kartu pers cardnya  di pancangkan di dada maupun di kepala tetap aja wartawan gak jelas yang tidak tau arah, untuk menjadi seorang insan pers saat ini memang mudah tak perlu sekolah yang tinggi cukup lulusan setingkat SD gak tamat saja bisa jadi wartawan, padahal sebelum ada kebebasan pers orang menjadi wartawan harus berpendidikan Sarjana maupun Diplomat, setelah kedatangan kebebasan pers dunia media semakin mudah untuk mendirikan sebuah media tabloid Koran majalah dll, tapi semua itu perlu dengan eksistensi yang formal agar pendiri media selalu eksis dalam penerbitannya tentang pemberitaan dalam kupas  dan itu patut di ajungi jempol, tapi semua itu penuh dengan kepalsuan karna orang yang mendirikan media hanyalah bermodal kembang kempis sebab bisa di kata media jatuh bangun? karena  jatuh bangun media tidak pernah terbit , malahan wartawan yang tidak jelas semakin banyak dan merajarela dan gentayangan di lapangan.

Dari  beberapa kantor redaksi yang bisa menerima atau berminat menjadi wartawan dan itu tidak ada unsur paksaan dalam membikin sebuah karya tulisan di korannya, dalam arti seorang yang ingin gabung di media gak perlu menulis berita  cukup membeli Koran berapa eksemplar, tapi sayangnya di lapangan  ini masih ada juga wartawan yang bodoh tidak bisa membuat sebuah karangan berita atau karya tulis yang profesional dan handal dalan mengupas tuntas di pemberitaan.

Kalau sudah begini yang pantas untuk disalahkan siapa? jadi pusing sendiri mikir wartawan yang tidak jelas arahnya itupun lebih pintar dari anak TK dalam membuat karangan cerita, “huuuu… wartawan kok bodoh ya lebih pintar aku yang masih duduk di bangkuh TK”.

Karena wartawan yang bodoh ini tidak pernah di bimbing oleh pihak kantor redaksinya maupun (Pimred), karena pimred sendiri mencari keuntungan pribadi tidak tau menau soal anak buahnya di lapangan, nulis tidak nulis yang penting Korannya laku dan itu di bebankan ke wartawanya. Itulah sebuah fenomena wartawan Booooooodoh…Anehnya sebelum mereka menjadi wartawan ada salah satu yang berprofesi menjadi penjual soto, bakso, tembel ban, calo samsat, jukir dan kuli bangunan dll. (Red)