Bojonegoro, BeritaTkp.com – Berbagai macam perselisihan dalam hubungan rumah tangga membuat keputusan bercerai, sepanjang tahun 2015 sedikitnya ada 2.890 gugatan perceraian yang diterima petugas Pengadilan Agama Kabupaten Bojonegoro. Jumlah itu terdiri dari cerai talak ada 1.065 perkara dan cerai gugat 1.825 perkara.
Wakil Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Sholikhin Jamik menjelaskan, cerai talak adalah cerai yang diajukan oleh suami kepada istri, sedangkan cerai gugat yang mengajukan istri kepada suami. “Keduanya memiliki konsekuensi sama, yaitu keputusannya sama-sama cerai,” ujar Sholikin. Jumlah perceraian sepanjang tahun 2015 menurun dibanding tahun 2014. Tahun lalu, jumlah cerai talak sebanyak 1.079, menurun sebanyak 14 perkara. Jumlah cerai gugat juga menurun, tahun lalu sebanyak 1.846 perkara, menurun 21 perkara dibanding tahun ini.
Penyebab banyaknya cerai gugat adalah karena tidak ada tanggung jawab suami kepada istri, misalkan tidak memberikan nafkah. Selain itu adanya orang ketiga yang memicu adanya perceraian (perselingkuhan), selain itu pengajuan cerai gugat itu karena pada saat mereka menikah usianya di bawah 22 tahun. Kurang siapnya psikologi, ketika ada persoalan di dalam rumah tangga, mereka tak bisa menyelesaikan. Pengadilan agama memberi dispensasi usia karena adanya kejadian luar biasa yang melibatkan laki-laki dan perempuan, tapi mereka belum cukup umur untuk menikah.
Perkara menonjol lainnya adalah masalah pembatalan perkawinan ada 19 perkara. Hal itu sebagian besar dibatalkan oleh pihak kantor urusan agama atau istri calon mempelai pria karena melanggar syarat rukun pernikahan. Kasus di Bojonegoro, rata-rata penyebab pembatalan perkawinan karena calon mempelai pria memanipulasi syarat administrasi. “Kebanyakan mengaku jejaka (belum menikah). Surat-surat syarat pernikahan diisi jejaka, ternyata dia memiliki istri. Itu tidak boleh,” tukasnya. Perkara lain yang ditangani pengadilan agama soal ijin poligami, jumlahnya ada 10 perkara. Pelaku poligami sebagian besar pengusaha, ada juga mantan kepala desa. Mengenai masalah poligami, Sholikhin berpesan lebih baik poligami dibanding nikah siri. “Dengan poligami status hukumnya dibolehkan dan tercatat di dokumen negara, sedangkan nikah siri tidak ada,” pungkasnya. (sujoko)