Bima, BeritaTKP.com – Penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah senilai Rp 27,4 miliar yang diterima Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bima dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk pelaksanaan Pilkada 2024, terus berlanjut. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Bima saat ini telah memasuki tahap penyelidikan intensif dengan memeriksa sejumlah pihak.
Kasatreskrim Polres Bima, AKP Abdul Malik, mengonfirmasi bahwa penyidik telah meminta keterangan dari Kepala Sekretariat dan Bendahara KPU Kabupaten Bima. Pemeriksaan tersebut berkaitan langsung dengan pengelolaan anggaran hibah yang digunakan untuk berbagai tahapan Pilkada dan Pemilihan Legislatif (Pileg).
“Proses penyelidikan kasus KPU ini masih panjang. Karena kami harus memeriksa seluruh PPK dan PPS se-Kabupaten Bima,” ujar Malik saat diwawancara, Minggu (22/6).
Berdasarkan data, jumlah total Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang akan diperiksa mencapai 663 orang. Rinciannya, terdapat 90 orang PPK yang tersebar di 18 kecamatan dan 573 orang PPS dari 191 desa di Kabupaten Bima. Setiap kecamatan diisi oleh lima PPK, sementara setiap desa memiliki tiga PPS.
Malik menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap para penyelenggara pemilu tingkat kecamatan dan desa tersebut penting untuk mengungkap indikasi perbuatan melawan hukum, termasuk potensi pengeluaran fiktif atau penyalahgunaan anggaran.
“Baru bisa ditemukan indikasi korupsi kalau semua PPK dan PPS sudah diperiksa,” tambahnya.
Hingga saat ini, penyelidikan baru menjangkau dua dari 18 kecamatan. Polisi berkomitmen untuk menyelesaikan seluruh proses klarifikasi dan pemeriksaan sebelum menarik kesimpulan atau menaikkan status perkara ke tahap penyidikan.
“Belum ada kesimpulan akhir. Ini masih proses awal penyelidikan,” jelas Malik.
Dana hibah yang diterima KPU Bima digunakan untuk membiayai seluruh tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, mulai dari persiapan awal, penyusunan keputusan, pemutakhiran data pemilih, honor badan adhoc, proses pencalonan, hingga distribusi logistik ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Kasus ini menyita perhatian publik karena skala dana yang besar serta melibatkan ratusan petugas pemilu di lapangan. Penyelidikan diharapkan mampu mengungkap transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara dalam proses demokrasi di daerah. (æ/red)





