Mojokerto, BeritaTKP.Com–Dari 141 kepala desa (Kades) di Kabupaten Mojokerto yang diduga menerima fee proyek pemasangan lampu penerangan jalan umum (LPJU), baru 99 kades yang melakukan pengembalian. Sementara sekitar 42 kades lainnya akan diseret ke proses hukum oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto.Kepala Seksi Intelijen Kejari Mojokerto Oktario Hutapea mengatakan, sejauh ini sudah ada 99 kades yang mengembalikan fee proyek LPJU ke kas desa masing-masing. Dari jumlah itu, uang negara yang berhasil diselamatkan lebih dari Rp 2,3 miliar.
Jumlah kades yang melakuan pengembalian, menurut Oktario, sudah 70% dari total kades yang diduga menerima fee proyek LPJU yang mencapai sekitar 141 kades. Sementara 30% lainnya, atau sekitar 42 kades, sampai saat ini tak kunjung melakukan pengembalian fee proyek tahun 2016 tersebut.Menurut Oktario, penerimaan fee proyek LPJU dari pihak rekanan termasuk bagian dari gratifikasi. Meski jumlah kades yang diduga menerima gratifikasi cukup besar, pihaknya berkomitmen untuk menindak tegas.
“Kalau tak ada pengembalian kami lakukan penindakan. Sesuai arahan pimpinan kami lakukan pembinaan, kalau tak mau dibina ya tanda petik akan dibinasakan,Komitmen kami siap memproses meski banyak desa. Karena fee dari rekanan itu masuk gratifikasi, akan kami lihat lagi sampai mana, apakah ada lagi indikasi perbuatan melawan hukum yang lain,” tegasnya.
sebelumnya pada Pada Rabu (16/8), 89 kades yang menerima gratifikasi proyek LPJU tahun 2016 kompak melakukan pengembalian ke kas desa masing-masing yang disaksikan Kejari Mojokerto. Nilai fee dari rekanan cukup besar, yakni rata-rata Rp 1 juta/titik LPJU.LPJU sendiri berasal dari hibah Pemkab Mojokerto tahun 2016 untuk 299 desa.Setiap dusun menerima jatah 15 lampu.Hanya saja pemasangannya dibebankan ke desa masing-masing.Untuk merealisasikannya, ada desa yang menggunakan jasa pihak ke tiga, ada pula yang mengerjakan secara swadaya dan swakelola.
Nah, desa yang menggandeng pihak ke tiga, ternyata menerima fee pekerjaan dari rekanan.Nilainya cukup besar, rata-rata Rp 1 juta per titik lampu. Sementara nilai pekerjaan sesuai surat edaran dari Dinas PU Cipta Karya Rp 4,7 juta per titik lampu. Oleh pemerintah desa, proyek itu dianggarkan dari dana desa.
Sedikitnya ada 4 desa yang saat ini diproses oleh kejaksaan hal ini dikarenakan Penggunaan dana desa di Kabupaten Mojokerto terindikasi bermasalah secara hokum, dan untuk mencegah terulang kembali, tim pengawal pengaman pembangunan pemerintah daerah (TP4D) Mojokerto mengumpulkan 299 kepala desa (Kades) di GOR Dinas Pendidikan.
Oktario Hutapea selaku Ketua TP4D Mojokerto mengujarkan bahwa pengumpulan ratusan kades siang ini untuk mensosialisasikan fungksi TP4D bagi pemerintah desa selain itu akan dilakukan pendampingan dan pembinaan kepada para kades di Mojokerto bukan tanpa alasan. Menurut dia, penggunaan dana desa yang tahun ini mencapai Rp 700-800 juta/desa, sangat rawan penyelewengan.
Seperti tahun ini saja, lanjut Oktario, pihaknya sedang menyelidiki dugaan penyelewengan dana APBDes di tiga desa. Menurut dia, satu desa lainnya saat ini pada tahap penyidikan oleh Seksi Pidana Khusus.”Karena faktor sumber daya kades yang tak merata, kurang memahami aturan, dipakai seenaknya sendiri sehingga terjadi penyimpanganYang sedang kami dalami nilainya (penyelewengan) sekitar Rp 1 miliar dari 3 desa,” Kasi Intel Kejari Mojokerto.
Dalam hal ini Oktario berharap, dengan adanya TP4D turun ke desa-desa, penggunaan dana desa dan sumber dana lainnya di kas desa akan tepat sasaran. Kucuran dana desa dari pemerintah pusat tahun ini naik 100%. Untuk 299 desa di Kabupaten Mojokerto, pemerintah menyiapkan Rp 236,5 miliar. Rata-rata tiap desa akan menerima Rp 700-800 juta. Sementara tahun 2016 rata-rata tiap desa menerima Rp 400 juta. @haryono/catur