Jakarta, BeritaTKP.Com – Pernah dengar lirik lagu Mars Slanker dimana salah satu liriknya terdapat kalimat “Sedikit Kerja Banyak Mintanya”, nah rasanya lirik tersebut cocok dikiblatkan ke anggota DPR, dimana hasil kerja yang tak sesuai wacana tapi banyak mengada ada.
Seperti salah satu contohnya wakil dewan perwakilan rakyat, yang menduduki kursinya sejak 2014 lalu, Fahri Hamzah seorang wakil rakyat yang penuh kontroversi, bahkan ada saja perimntaanya yang membuat rakyat semakin ‘ilfeel’ denga tingkah lakunya yang saat ini meminta untuk bubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seakan akan untuk mebackingi pimpinannya Setya Novanto yang kini resmi menjadi tersngka kasus korupsi e-KTP.
Tak berhenti disana permintaan Fahri Hamzah untuk membubarkan KPK justru menuai kotra oleh masyarakat, bahkan masyarakat yang geram mulai membandingkan hasil kerja DPR dan KPK, dimana hasil kerja Dewan Perwakilan Rakyat pada Tahun 2015, ada 39 RUU (rancangan undang-undang) prioritas, hanya 3 yang selesai. Tahun 2016, ada 50 RUU Prolegnas yang jadi prioritas DPR, hanya selesai 9. Dari sekian banyak UU yang jadi prioritas, hanya sedikit yang terselesaikan. Bisa dilihat pada tahun 2015 dan 2016 ini.
Kembali ke topik awal bahwasanya DPR memang banyak mintanya, bukan sibuk dengan urusan hal yang berkaitan dengan rakyat malah sibuk dengan hal yang mungkin sangat amat tidak menguntungkan rakyat sama sekali, mulai dari meminta gaji dinaikan bahkan meminta fasilitas yang layak kini DPR mengada ada bahwa gedung Nusantara I, yang menjadi kantor anggota DPR, miring bahkan yang lebih mengada ada lagi kemiringan gedung DPR tersebut mencapai 7 derakat.
Mengenai kemiringan gedung DPR tersebut, bisa bandingkan dengan Menara Pisa yang berada di Italia yang secara kasatmata, Menara Pisa terlihat sangat jelas kemiringan nya padahal bila diketahui dari berbagai sumber, ternyata kemiringan Menara Pisa ‘hanya’ 3,99 derajat atau nyaris 4 derajat.
Kemiringan 7 derajat ini sebenarnya sudah dibantahkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan jika benar gedung Nusantara I DPR miring 7 derajat, maka akan mengalami simpangan miring sejauh 8 meter maka dengan simpangan sejauh itu, semestinya gedung tersebut sudah tidak kuat menopang bebannya atau bisa bisa roboh.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PU Sumaryanto menjelaskan bahwa Dengan ketinggian gedung 99 meter, apabila terjadi kemiringan 7 derajat maka (gedung) akan mengalami simpangan (miring) 8 meter.
Isu ini pernah merebak saat tahun 2010 silam. Waktu itu, sempat tercetus ide mendirikan bangunan anyar menggantikan gedung Nusantara I yang memiliki 24 lantai itu namun wacana tersebut pada akhirnya kandas karena derasnya arus penolakan publik. Kemudian, tahun 2015 wacana ini muncul lagi ke permukaan dalam rangka 7 proyek penataan kawasan parlemen.
Kini, wacana pembangunan gedung baru DPR kembali mencuat ke permukaan. Ada berbagai macam alasan yang disampaikan oleh wakil ketua DPR Fahri Hamzah. Pertama, DPR memang memerlukan gedung baru karena kenaikan jumlah anggota dewan. Kedua, gedung Nusantara I yang sudah 15 tahun berdiri dinilai sudah tidak layak dan disebut-sebut miring.
Bahkan sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerencanakan pembangunan apartemen untuk anggota, namun Rencana itu juga cenderung mengada-ada.Pegiat Antikorupsi, Hendrik Rosdinar mengatakan pembangunan apartemen hanya akan membebani keuangan negara yang tidak memberi dampak apapun bagi kinerja DPR.
Bagi Hendrik Rosdinar, alasan anggota Dewan membangun apartemen agar jarak dari gedung DPR tidak masuk akal.Ditambah lagi anggota dewan sudah disiapkan rumah dinas di kawasan Kalibata dan Kemanggisan bahkan ia meneegaskan, problem mereka itu adalah soal kedisiplinan bukan soal jarak. “Mereka sudah mempunyai rumah dinas yang tidak jauh dari DPR dan tergolong di lokasi strategis Mau dekat kalau mentalnya engak disiplin ya sama saja,” ujarnya.
Sementara itu Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menegaskan jika pembangunan apartemen tempat tinggal anggota DPR tak akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).Ia mengatakan, pembangunan apartemen yang akan dilakukan pada bekas lahan Taman Ria Senayan adalah milik Sekretariat Negara sehingga hak pembangunannya ada di Setneg.
“Ini bukan uang negara. Itu haknya ada di Setneg. Pakai uang swasta,” kata Fahri. Lahan tersebut, kata dia, sempat direncanakan akan dibangun mall oleh pengembang. Akan tetapi, ditentang oleh anggota DPR periode 2009-2014. Diskusi pun dibangun antara DPR dan pemerintah, melalui kementerian terkait.Menurut dia, jika ada apartemen, maka anggota DPR tak perlu tinggal jauh-jauh dari Gedung DPR seperti saat ini.
Dari hal diatas saja sudah di lihat bahwasanya DPR tak lagi mementingkan urusan rakyat indonesia melainkan urusan pribadinya yang ingin meminta fasilitas yang memadai padahal hasil kerja ‘Nihil’, bahkan tak menutup kemungkinan bahwasanya permintaan untuk pembangunan ulang gedung DPR dan Pembangunan Apartement menjadi lahan koruptor yang dimana akan membuat kasus baru lagi. @red