Jakarta, BeritaTKP.com — Mabes Polri menegaskan bahwa terduga pelaku insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, bukanlah bagian dari jaringan terorisme. Penyelidikan yang dilakukan menunjukkan bahwa pelaku merupakan korban perundungan (bullying) yang kemudian terjerumus pada konten-konten negatif di media sosial.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa insiden yang terjadi pada 7 November 2025 tersebut dipicu oleh masalah personal dan tekanan psikologis, bukan ideologi radikal.
“Pelaku melakukan aksi karena menjadi korban bullying dan meniru aksi penembakan massal di luar negeri sebagai bentuk balas dendam. Ini bukan aksi berbasis paham atau ideologi tertentu,” ujar Trunoyudo, Selasa (18/11/2025).
Bullying dan Faktor Sosial Memicu Kerentanan Anak
Menurut Trunoyudo, perundungan yang dialami anak dapat membuka pintu terhadap paparan radikalisme maupun konten berbahaya lainnya. Jaringan terorisme saat ini memanfaatkan berbagai platform digital seperti Facebook, Instagram, game online, dan aplikasi pesan pribadi untuk mendekati target.
Propaganda tersebut dikemas dalam video pendek, animasi, meme, dan musik untuk membangun kedekatan emosional dan memicu ketertarikan ideologis secara halus.
Kerentanan anak dan remaja dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
- Bullying atau marginalisasi sosial
- Kondisi keluarga broken home
- Kurangnya perhatian dari orang tua
- Pencarian jati diri di usia remaja
- Minimnya literasi digital dan pemahaman keagamaan
“Faktor-faktor inilah yang membuat anak rentan terhadap ajakan maupun pengaruh radikal di ruang digital,” jelas Trunoyudo.
Empat Langkah Polri untuk Mencegah Rekrutmen Terorisme pada Anak
Meningkatnya kasus anak terpapar radikalisme membuat Polri mengeluarkan empat rekomendasi utama sebagai langkah pencegahan:
1. Kajian Regulasi Pembatasan Media Sosial untuk Anak
Pemerintah didorong untuk memperketat penggunaan media sosial bagi anak di bawah umur serta melakukan pengawasan lebih ketat terhadap konten berisiko.
2. Pembentukan Tim Terpadu Lintas Kementerian
Tim ini akan berperan dalam deteksi dini, edukasi, intervensi, pendampingan psikologis, hingga penanganan pasca-intervensi.
3. Penyusunan SOP Penanganan Anak Terpapar Radikalisme
Seluruh stakeholder diharapkan memiliki prosedur yang seragam, cepat, dan sesuai mandat masing-masing institusi.
4. Menggerakkan Peran Masyarakat
Polri mengimbau orang tua, guru, dan seluruh elemen masyarakat untuk lebih peduli terhadap perubahan perilaku anak dan fenomena rekrutmen digital.(æ/red)





