Babel, BeritaTKP.com – Kepolisian Resor (Polres) Bangka Selatan menyoroti dugaan pemotongan dana bantuan optimalisasi lahan (Oplah) sawah di Desa Rias, Kecamatan Toboali.
Isu ini mencuat di tengah publik dan berpotensi mengganggu tujuan pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan nasional.
Kasat Reskrim Polres Bangka Selatan, AKP Raja Taufik Ikrar Bintani, menyampaikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti informasi tersebut dengan penyelidikan awal.
Tim akan diterjunkan untuk memastikan kebenaran laporan dari sejumlah petani yang mengaku mengalami pemotongan dana bantuan.
“Kami baru menerima informasi awal terkait dugaan pemotongan dana oplah tersebut. Untuk itu, kami akan mendalami dan menyelidiki lebih lanjut guna mengetahui fakta di lapangan,” ujar AKP Raja Taufik saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (29/6/2025).
Ia menegaskan, jika dalam proses penyelidikan ditemukan adanya indikasi tindak pidana, maka kasus tersebut akan ditangani sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Apabila nanti terbukti ada unsur pidana, tentu akan kami tindaklanjuti sesuai prosedur hukum. Tidak boleh ada praktik curang dalam penyaluran bantuan pemerintah,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mendesak agar praktik pemotongan dana optimalisasi lahan (oplah) oleh oknum tertentu segera dihentikan.
Desakan ini muncul setelah DPRD menerima keluhan dari sejumlah petani terkait dugaan pemotongan dana oplah sebesar Rp25.000 per petak sawah dengan dalih biaya operasional.
Anggota DPRD Bangka Selatan dari Fraksi Partai Demokrat, Suwandi, menyampaikan bahwa para petani di Desa Rias seharusnya menerima bantuan sebesar Rp900.000 per hektare sawah.
Namun, akibat potongan tersebut, mereka hanya menerima sekitar Rp800.000.
Dugaan potongan ini sangat merugikan petani. Padahal, dana itu diberikan untuk mendukung program swasembada pangan pemerintah pusat, ujar Suwandi kepada wartawan, Minggu (29/6/2025).
Ia menduga praktik ini sudah berlangsung lama dan melibatkan sejumlah pihak yang saling berkaitan.
Tak hanya pada program oplah, dugaan penyimpangan juga mencuat pada bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), yang seharusnya digunakan secara adil oleh seluruh petani.
Banyak petani mengeluhkan biaya sewa alsintan yang terlalu tinggi saat musim tanam maupun panen. Padahal alat tersebut merupakan bantuan pemerintah, bukan untuk dikomersialkan seenaknya, tegas Suwandi.
Lebih jauh, ia juga menerima laporan adanya dugaan pungutan liar (pungli) berupa fee atau kompensasi dalam proyek pembangunan jalan usaha tani (JUT) dan pencairan dana oplah.
Bantuan sektor pertanian itu diberikan untuk seluruh petani, bukan untuk keuntungan perorangan atau kelompok tertentu, katanya.
Suwandi menilai praktik seperti ini mencederai niat baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten yang telah mengucurkan anggaran besar demi kesejahteraan petani.
Kalau praktik seperti ini dibiarkan, petani tidak akan pernah merasakan manfaat dari program pemerintah. Kalau sudah merugikan banyak pihak, itu bisa disebut mafia pertanian, ujarnya.
Ia mengingatkan para oknum yang terlibat untuk segera menghentikan praktik tersebut sebelum aparat penegak hukum (APH) turun tangan.
Bertaubatlah, kawan. Segera hentikan perbuatan kalian ini. Jangan sampai kalian menyesal ketika aparat sudah bertindak, pungkas Suwandi. (æ/red)