Bengkulu, BeritaTKP.com- Subdit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bengkulu berhasil mengungkap kasus penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Bio Solar.
Pelaku diketahui menjalankan aksinya dengan cara mengisi penuh tangki truk setiap hari di salah satu SPBU di Kota Bengkulu menggunakan barcode kendaraan. Padahal, berdasarkan hasil pemeriksaan dari Balai Pengujian Kendaraan Bermotor, truk tersebut tidak laik jalan untuk operasional.
Kabid Humas Polda Bengkulu, Kombes Pol. Andy Pramudya Wardana, S.I.K., M.M., menjelaskan bahwa berdasarkan data dari Pertamina, pelaku tercatat telah melakukan 481 kali transaksi pengisian BBM.
“Total pembelian mencapai 42,8 kiloliter Bio Solar sejak pelaku menjalankan aktivitasnya,” ujar Kombes Pol. Andy, dikutip dari laman Sahabatrakyat, Jumat (7/11/2025).
Sementara itu, Kasubdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Bengkulu, Kompol Mirza Gunawan, menuturkan bahwa setiap selesai mengisi BBM, pelaku berinisial PI membawa pulang truk tersebut dan menguras solar dari tangki ke dalam jeriken berkapasitas 30 liter untuk dijual kembali.
Dalam sehari, pelaku mampu mengumpulkan antara 5 hingga 6 jeriken solar subsidi. Bahan bakar tersebut dijual dengan harga Rp10.000 per liter, jauh di atas harga resmi SPBU sebesar Rp6.800 per liter.
“Dari aktivitas ini, pelaku mendapat keuntungan sekitar Rp3.200 per liter. Total keuntungan yang diperoleh diperkirakan mencapai Rp128 juta,” jelas Kompol Mirza.
Tindakan pelaku menyebabkan kerugian negara sebesar Rp276 juta, berdasarkan selisih antara harga subsidi dan non-subsidi.
Barang bukti yang disita antara lain:
- 1 unit truk tronton,
- 6 jeriken berisi Bio Solar masing-masing 30 liter,
- 3 jeriken kosong kapasitas 35 liter,
- 174 liter Bio Solar siap edar.
Penyidik masih melakukan pengembangan untuk mengungkap kemungkinan adanya jaringan lain dalam kasus ini.
Dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya, PI dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.(æ/red)




