Kupang, BeritaTKP.com – Polda Nusa Tenggara Timur melalui Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba), berhasil membongkar jaringan peredaran obat keras ilegal jenis Poppers antar provinsi dan menetapkan dua tersangka yang merupakan pemasok obat keras itu.
“Dua pemasok utama telah kita tangkap di Jakarta dan Surabaya, setelah melalui pengembangan kasus di Kota Kupang, dimana sebelumnya satu distributor lokal juga sudah kita amankan,” ujar, Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda NTT, Kombes. Pol. Ardiyanto Tedjo Baskoro, S.H., S.I.K., dilansir dari laman Antaranews, Selasa (25/3/25).
Dalam konferensi pers ini, dua tersangka turut dihadapkan ke publik, dan barang bukti hasil pengungkapan kasus ini juga digelar di hadapan awak media. Ada kurang lebih 14 ribu botol obat keras poppers yang ditemukan dan disita oleh aparat kepolisian Polda NTT saat mengungkap kasus tersebut.
“Obat Poppers sendiri digunakan oleh para Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT),” ujarnya.
Pihak kepolisian menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari penangkapan seorang pria berinisial HYR (27) pada Minggu, 10 November 2024 di Kota Kupang.
Dari tangan tersangka, polisi menyita 15 botol poppers berukuran 10 ml. Hasil penyelidikan mengungkap bahwa HYR membeli poppers melalui aplikasi TikTok sebanyak sembilan kali, dengan setiap transaksi melibatkan pembelian 20 botol.
“Barang tersebut kemudian HYR jual kembali dengan harga lebih tinggi melalui media sosial seperti WhatsApp, Line, Michat, dan beberapa aplikasi lagi,” ujarnya.
HYR diketahui membeli poppers seharga Rp120 ribu per botol dan menjualnya kembali dengan harga Rp200 ribu per botol.
Sejak pertama kali berjualan, ia telah menjual lebih dari 100 botol. Padahal, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan peringatan publik pada 13 Oktober 2021 yang melarang penggunaan poppers karena mengandung isobutyl nitrite, zat yang dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, hingga kematian jika disalahgunakan.
Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut, polisi berhasil menelusuri jaringan pemasok yang lebih besar. HYR mengaku mendapatkan barang tersebut dari seorang pria bernama Jefri Hutasoit yang berdomisili di Bekasi. Jefri diketahui aktif mempromosikan poppers melalui siaran langsung di TikTok.
HYR kemudian memesan barang dari JH menggunakan akun TikTok dan berkomunikasi lebih lanjut melalui WhatsApp. JH berperan sebagai afiliator atau perantara yang menjual produk tersebut di media sosial dan menerima komisi Rp10 ribu untuk setiap botol yang terjual.
Barang tersebut diperoleh dari sebuah toko daring yang dimiliki oleh tersangka lainnya berinisial SW. Dalam pengembangan kasus ini, polisi akhirnya berhasil menangkap JH di Jakarta pada 18 Maret 2025, serta SW di Surabaya pada hari yang sama. SW diketahui mendapatkan produk poppers dengan cara mengimpor langsung dari China melalui platform e-commerce.
“Ketiga tersangka kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 435 jo Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” ujarnya.
HYR terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara, sementara JH dan SW juga telah resmi ditahan dengan Surat Penahanan yang diterbitkan pada 19 Maret 2025.
“Kami tidak akan memberikan ruang bagi pelaku kejahatan narkotika dan obat keras ilegal. Kami mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam membeli produk obat-obatan, terutama yang diperoleh melalui platform digital,” tegasnya. (æ/red)