Surabaya, BeritaTKP.Com – Pembantaian dukun santet dan ninja yang terjadi di berbagai daerah di Jawa Timur pada tahun 1998 menjadi perhatian Komnas HAM, Komnas HAM berencana membuka kembali kasus dugaan pelanggaran HAM di Jatim tahun 1998 lalu. M Nurkhoiron selaku Wakil Ketua Komnas HAM mendatangi kantor Polda Jatim untuk koordinasi dengan polda, untuk menjelaskan mandat Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang No 26 Tahun 2000.
Selain itu ia juga menjelaskan bahwa kedatangannya ke Polda Jatim juga sebagai bentuk permisi untuk menyelidiki kasus pembantaian dukun santet dan ninja yang terjadi pada tahun 1998-1999. “Kedatangan kami ke Polda Jatim untuk koordinasi dengan polda, untuk menjelaskan mandat Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang No 26 Tahun 2000, Kami kulonuwun (permisi) ke kapolda, karena butuh koordinasi dengan jajaran polda. Karena, nanti kami akan turun ke masing-masing kapolres, untuk membantu mengumpulkan data-data yang pernah ditangani oleh masing-masing kapolres di wilayahnya masing-masing atas peristiwa orang-orang yang dulu diduga dukun santet, kemudian dibantai,” ujarnya.
Dalam hal ini daerah-daerah yang akan diselidiki atas dugaan pembantaian dukun santet, ninja seperti di Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Situbondo. Menurut informasi Komnas HAM, ada beberapa daerah yang sudah memproses hukum sesuai dengan kewenangan kepolisian seperti di Jember, Banyuwangi.
Hampir 20 tahun kasus pembantaian dukun santet dan ninja di beberapa daerah di Jawa Timur terjadi. Upaya membuka lembaran baru penyelidikan kasus tersebut, Komnas HAM berdalih, karena ingin melaksanakan amanat UU No 26 Tahun 2000. “Kami sudah bilang bahwa kami melakukan penyelidikan pelanggaran HAM yang berat, karena kami menduga, ada desain politik, ada rekayasa, ada situsi yang sudah dipaksakan. Dan kami belum bisa menyebut (siapa otak dibalik pembantaian dukun santet dan ninja), karena kami masih melakukan penyelidikan, Memandatkan Komnas HAM atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat. Itu bisa dilakukan atas peristiwa-peristiwa masa lalu. Bahkan sebelum undang-undang ini muncul. Kejadiannya kan tahun 1998-1999,” imbuhnya.
Banyak masyarakat yang tidak paham ketika Komnas HAM membuka penyelidikan, apalagi terhadap kasus-kasus yang dianggap masyarakat itu sudah sangat cukup lama, itu direspon dengan cara yang negatif.”Kita bisa memahami itu, karena masyarakat nggak paham mandat Komnas HAM. Jadi kalau ada yang mengatakan, ini mengungkit-ungkit masa lalu. Bagi Komnas HAM tidak mengungkit-ungkit,” jelasnua.
ia juga mengujarkan bahwa justru dengan adanya mandat yang dijalankan Komnas HAM itu. Pihaknya menilai, untuk membantu negara ini untuk segera menjalnkan kewajibannya.”Kewajiban negara didalam Hak Azasi Manusia itu kan melindungi, menghormati dan memenuhi, terutama memberikan perlindungan dan upaya pemulihan bagi para korban. Meskipun itu bukan satu-satunya,ada empat hal prinsip yang harus dipahami oleh aparat negara, ketika Komnas HAM menjalankan mandat UU no 26 Tahun 2000,”jelasnya.
Komnas HAM sendiri sebelumnya sudah melakukan penyelidikan terhadap kasus Petrus tahun 1965, kasus kerusuhan Mei 1998, kasus Talangsari, Lampung, serta beberapa kasus lainnya. Komnas HAM sendiri sudah dua tahun menyelidiki kasus pembantaian dukun santet dan ninja di Jatim. Namun, penyelidikan kasus tersebut banyak menemui kendala. “Kesulitannya, korban-korban yang ada berbeda dengan korban pelanggaram HAM berat lainnya. Mereka ini nggak ada pendampingnya. Nggak ada yang mengurus. Nggak ada yang menginventarisir. Alamatnya saja juga sudah tercecer waktu dulu dikumpulkan oleh teman-teman dari PWNU, PCNU. Ketika kita verifikasi di lapangan, sudah banyak yang berubah. Jadi kami kerja sendirian, nggak ada yang membantu,” terangnya.
Dalam hal ini Khoiron menerangkan, Pertama harus memenuhi hak korban untuk mendapatkan kebenaran atas peristiwa yang lalu.”Keluarga korban yang bapaknya dianggap dukun santet, kemudian dibantai didepan mereka, dia harus mendapatkan kebenaran. Sebenarnya apa yang terjadi. Karena mereka menganggap bapaknya bukan dukun santet. Kok tiba-tiba dibantai. Jadi kebenaran itu harus diungkap, dan mereka punya hak mengetahui peristiwanya,” katanya.
Kedua, hak untuk mendapatkan keadilan. “Keadilan itu macam-macam. Bisa diteruskan ke pengadilan atau bisa lewat rekonsiliasi dan macam-macam. Tergantung negara mau ngapain. Yanh penting keadilan bagi korban,” tuturnya.
Ketiga, hak untuk mendapatkan pemulihan. “Kalau Komnas HAM melakukan kegiatan seperti ini, jangan dianggap mengungkit-ungkit masa lalu. Justru membantu negara, agar segera melakukan pemulihan bagi korban yang trauma. Yang nggak bisa mendapatkan pekerjaan karena distigma oleh masyarakat, segera dipulihkan hak-haknya. Yang miskin itu diberi bantuan. Itu segera harus ditangani, karena hak mendapatkan pemulihan itu penting banget,” terangnya.
Komnas HAM banyak menemui di lapangan, bahwa trauma keluarga korban sampai ada anaknya yang mengalami gangguan kejiwaan.”Padahal itu belum tentu betul-betul mereka dukun santet. Kalau pun dia dukun santet, ya nggak bisa juga dikeroyok seperti itu dan dibasmi dengan cara-cara yang biadab,” jelasnya.
Keempat, dengan adanya penyelidikan oleh Komnas HAM, maka negara bisa merefleksikan diri.”Kalau sudah diselidiki, maka bisa menjadi pembelajaran kedepan agar tidak terjadi lagi kasus seperti ini. Reformasi politik, hukum dibenahi. Ini yang dilakukan Komnas HAM membantu negara agar segera menjalankan kewajibannya,” ujarnya
Ia menerangkan, Komnas HAM sudah melengkapi berkas-berkas penyidikan dibutuhkan untuk diserahkan ke kejaksaan Kedatangannya Komnas HAM ke Jawa Timur, selain untuk melengkapi proses penyidikan, juga untuk menginvetarisir kembali korban. “Mungkin bulan September atau Oktober, kami akan selesaikan final reportnya hasil penyelidikan, Memang belum terdata semua. Tapi jumlah korban angkanya diatas 200 korban,” pungkasnya. @reD