Mataram, BeritaTKP.com – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Mataram berhasil mengungkap fakta baru dalam kasus pembuangan mayat bayi dalam ransel di sungai Ancar, Karang Butun, Kelurahan Bertais, Kecamatan Sandubaya. Penyelidikan mendalam mengungkap adanya dugaan persetubuhan anak yang melibatkan dua remaja berstatus pelajar SMA.
Kepala Satreskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, mengatakan bahwa dugaan persetubuhan anak ini terungkap dari keterangan ER (17), pelajar SMA kelas 10 yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
“Dari pengakuan ER, dia mengungkap bahwa pria berinisial IMJA, yang juga pelajar kelas 10, adalah orang yang menghamilinya. Kami telah menetapkan IMJA sebagai tersangka dalam kasus persetubuhan anak,” kata AKP Regi pada Sabtu (13/1/2025).
IMJA ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi mengumpulkan bukti-bukti, termasuk keterangan saksi dan pengakuan korban. Menurut Kasubnit PPA Polresta Mataram, Aiptu Sri Rahayu, kejadian persetubuhan ini terjadi pada pertengahan tahun 2024 di sebuah kamar indekos di wilayah Kota Mataram.
“Korban mengaku diajak bertemu oleh IMJA di kamar indekos temannya. Saat itu, IMJA dalam pengaruh alkohol dan memaksa korban untuk melayani nafsunya,” jelas Aiptu Sri Rahayu.
Meski telah melakukan perbuatan tersebut, IMJA menolak bertanggung jawab ketika korban menghubunginya sebulan kemudian untuk meminta kejelasan. IMJA meminta ER untuk melupakan kejadian itu dan tidak menghubunginya lagi.
“Keduanya pun tidak memiliki hubungan asmara sebelumnya, mereka hanya kenal di kamar indekos temannya,” tambahnya.
IMJA kini dijerat dengan Pasal 81 ayat (1) juncto Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur tentang tindak pidana persetubuhan anak. Karena statusnya masih di bawah umur, IMJA dititipkan di panti sosial Sentra Paramita Kota Mataram selama proses hukum berlangsung.
Setelah lima bulan pasca kejadian persetubuhan, ER menyadari dirinya hamil. Namun, kondisi tubuhnya yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan membuat keluarga maupun teman-temannya tidak menyadari hal tersebut.
Pada Sabtu malam (11/1/2025), ER yang sedang sendirian di rumah mengalami kontraksi dan melahirkan seorang bayi laki-laki di kamar mandi. Menurut keterangan polisi, bayi tersebut sempat hidup, tetapi panik membuat ER melakukan tindakan fatal.
“Karena panik, kepala bayi masuk ke kloset. ER kemudian menarik bayi itu dan meremas lehernya hingga meninggal dunia,” ungkap Aiptu Sri Rahayu.
Usai melahirkan, ER membersihkan darah persalinannya tanpa diketahui orang tua atau adiknya. Dia kemudian memasukkan jasad bayi ke dalam tas sekolah dan menyembunyikannya di dalam lemari. Namun, karena kondisinya yang lemah, ER pingsan setelah melahirkan, sehingga orang tua dan pamannya membawanya ke puskesmas untuk mendapatkan perawatan.
Keesokan harinya, pada Minggu pagi (12/1/2025), ER membawa tas berisi jasad bayinya ke sungai Ancar untuk mencuci pakaian, seperti kebiasaannya. Setelah memastikan lokasi sepi, dia menghanyutkan tas berisi jasad bayi tersebut.
“Siang harinya, kami mendapatkan laporan dari warga tentang penemuan jasad bayi dalam tas ransel hitam di sungai Ancar. Setelah ditelusuri, kami menemukan keterkaitan antara tas itu dengan keberadaan ER,” kata AKP Regi Halili.
Polisi kemudian menetapkan ER sebagai tersangka dalam kasus pembuangan bayi dengan sangkaan Pasal 341 KUHP, yang mengatur tentang ibu yang dengan sengaja merampas nyawa bayinya karena takut ketahuan melahirkan.
Kasus ini memunculkan keprihatinan mendalam dari masyarakat Kota Mataram, terutama terkait persoalan perlindungan anak dan remaja. Polisi menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini guna memberikan keadilan kepada korban dan mencegah peristiwa serupa terjadi di masa depan. (æ/red)