JAKARTA, BeritaTKP.com – Kemenbudristek buka suara terkait 2 sekolah yang dikelola oleh ormas Khilafatul Muslimim bukanlah Pesantren seperti pada umumnya.

Dalam konferensi pers yang digelar Kamis (16/6/2022) di Polda Metro Jaya, Auditor Utama Kemenbudristek Chandra Irawan mengatakan pihaknya belum pernah mendengar sekolah yang menyimpang seperti Ukhuwah Islamiyah.

“Selama ini kami di jajaran pendidikan dan teknologi belum pernah mendengar tentang penyelenggaraan sekolah ini. Baik terkait dengan dana BOS, terdaftar atau tidak yang tidak terakreditasi oleh BAN (Badan Akreditasi Nasional),” jelasnya kepada wartawan.

Kemenbudristek mengklaim selama ini melakukan pendataan sistem data pokok pendidikan dan turun langsung ke sekolah.

“Kami melakukan pengawasan terhadap sistem pendidikan yang terdaftar maupun yang mendapat BOS bahkan kami turun langsung ke lapangan. Kami sangat berterimakasih kepada Polri yang ungkap 25 sekolah yang seperti ini,” paparnya lagi.

Siswa yang mengenyam pendidikan dikatakan gratis, akan tetapi wali murid diwajibkan membayar infak dan zakat yang sudah ditentukan hingga 30 persen. Orang tua siswa juga di baiat oleh Khilafatul Muslimin.

“Kami juga mendengar bahwa lembaga ini dalam melakukan pendiidikan wali murid diwajibkan berbaiat kepada Khilafatul Muslimin dimana harus membayar zakat dan infak sebesar 10-30 persen. Dalam dunia pendidikan tidak dikenal istilah berbayar, ada ketentuan-ketentuan seperti ini dalam penerimaan anak didik baru,” kata Chandra.

Konferensi pers ini dihadiri dari berbagai elemen lainnya yakni TNI, BNPT, Kementerian Agama dan Polri.

Penyidikan berkembang hingga akhirnya polri temukan 25 lembaga pendidikan setingkat SD, SMP, SMA hingga Sarjana versi Khilafatul Muslimin.

“Dari lembaga pendidikan ini kurikulumnya diatur oleh Majelis Ukhuwah

atau setara dengan Menteri Pendidikan, donatur dimana sekolah ini berbasis khilafah dan tidak megajarkan UU pancasila, taat kepada kolifah, sedangkan kepada pemerintah tidak wajib,” jelasnya lagi.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes pol Hengky Haryadi mengatakan dengan kontruksi ini, penyidikan masih bersifat berkisinambungan karena metode syiar mereka dengan publish di media sosial yang mengajak masyarakat untuk bergabung.

“Dari website video dan artikel dengan selebaran. Setelah dianalisis oleh ahli hukum, ahli literasi, ahli agama, ahli bahasa, dll firm ini bertentangan dengan Undang-undang yaitu Pancasila ideologi negara,” paparnya.

Yayasan ini digunakan sebagai alat propaganda Khilafatul Muslimin. Jika lulus menjadi sarjana yang diemban selama dua tahun, maka akan mendapat gelar SKI, Sarjana Kekhalifahan Islam.

“Aktanya disita, semua lembaga pendidikan tidak mengacu pada sisdiknas dan UU Pesantren dimana mewajibkan UU Pancasila. Kemudian mereka mmiliki sekolah dari SD 3 tahun. SMP 2 tahun SMA 2 tahun, dan 2 universitas di NTB dan di Bekasi. (RED)