Surabaya, BeritaTKP.Com – Hartoni (50) warga Jalan Krembangan Utara Jaya Gang VII, Surabaya Di laporkan polisi karena telah menipu salah satu pelanggan besi tuanya. Kasus ini dipicu pembelian besi pabrik yang tidak dibayar.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Shinto Silitonga mengungkapkan “Saat itu korban menjual besi ke tersangka senilai Rp 33 juta. Namun usai mendapatkan barang, ternyata tidak dibayar”.
Penipuan ini bermula saat tersangka melihat iklan adanya penjualan besi dari pabrik yang telah bangkrut. Maka tersangka mendatangi pabrik dan menemui pemiliknya. Melihat harga barang yang cukup tinggi, tersangka menghubungi Ismail untuk ikut dalam membeli barang-barang pabrik yang berlamatkan di Jalan Dupak Nomor 17 Ruko Pasifik Megah A-5.
“Kedua tersangka mencoba meyakinkan korban, sampai terjadi kesepakatan,” Imbuh Shinto.
Kemudian Hartoni membwa barang keluar dari pabrik. Sedangkan Ismail mengajak korban ke swalayan yang berada di Jalan Rajawali Surabaya, untuk melakukan pembayaran.
“Alasan tersangka ke korban, ATM hanya hanya bisa dilakukan disana,” terangnya.
Ketika sampai di swalayan tersebut, Hartoni meminta korban untuk menunggu di parkiran. Dan Dari sinilah korban ditinggal sampai akhirnya tidak tidak ada pembayaran pembelian barang bekas tersebut.
Setelah membawa besi dari pabrik, kedua tersangka menjual barang itu kepada M Pardi di Jalan Jatisrono Tengah Gang Nomor 22. Besi itu terjual Rp 4,5 juta. Lantaran mengetahui barang curian, Pardi menjualnya lagi ke orang lain, yakni David (38) warga Bulak Banteng Wetan XIX dan Mustofi (42) warga Bulak Banteng Baru Gang Kamboja, Surabaya.
Setelah diketahui besi itu dibeli tersangka DA dan MF dan memberi harga Rp 11,7 juta. karena kelimanya terlibat dalam aksi penipuan ini, maka polisi melakukan penangkapan. Pardi, David dan Mustofi dan berhasil ditangkap setelah pihaknya mendapat keterangan dari Hartoni dan Ismail.
“Dari kelima tersangka, kami juga mengamankan sebuah mesin bubut, sebuah mesin bor dua tabung gas dan sebuah travo. Barang-barang tersebut sebelumnya dimiliki oleh pabrik. Namun karena bangkrut, mereka menjual satu persatu barangnya,” imbuh Shinto Silitonga. @thes