Lombok Tengah, BeritaTKP.com – Kepolisian Resor (Polres) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengungkap kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang remaja perempuan penyandang disabilitas intelektual. Seorang pria berinisial SA kini resmi ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan Polisi.

Penetapan status tersangka ini diumumkan langsung Kepala Satuan (Kasat) Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Lombok Tengah, Iptu Luk Luk Il Maqnun, pada Selasa (29/7/2025). Ia menyatakan bahwa proses hukum dilakukan setelah pihaknya mengantongi setidaknya dua alat bukti yang sah, termasuk keterangan saksi dan dokumen hasil penyidikan.

“Dari hasil gelar perkara, kami tingkatkan status terlapor menjadi tersangka,” tegas Iptu Luk luk dalam keterangan resminya.

Kasus ini melibatkan korban yang merupakan penyandang disabilitas intelektual, sehingga berdasarkan hukum yang berlaku, ancaman hukuman terhadap pelaku lebih berat dari biasanya. SA dijerat dengan Pasal 6 huruf a dan/atau huruf c jo Pasal 15 huruf h UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Ancaman hukumannya paling lama 12 tahun penjara ditambah sepertiga karena korbannya penyandang disabilitas,” jelas Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah.

Dalam hasil penyelidikan, terungkap bahwa tindakan asusila dilakukan lebih dari satu kali selama bulan Mei 2025. Yang lebih memprihatinkan, perbuatan tersebut dilakukan di rumah pelaku sendiri.

Modus yang digunakan pelaku tergolong manipulatif. Ia dibantu seseorang berinisial W, yang berperan mengirimkan SMS kepada korban, mengarahkan agar korban datang ke rumah SA. Fakta menyakitkan lainnya yakni korban dan tersangka ternyata bertetangga.

“Korban dan tersangka ini bertetangga. W yang menghubungi korban lewat SMS agar datang ke rumah tersangka,” tutur Iptu Luk Luk.

Kasus ini mencuat setelah pihak keluarga korban yang curiga, akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke aparat berwajib. Dalam pemeriksaan awal, korban mengakui telah menjadi korban kekerasan seksual secara berulang oleh SA.

Langkah cepat diambil oleh penyidik dengan melakukan penahanan, mengingat ancaman hukuman lebih dari lima tahun dan demi menghindari kemungkinan penghilangan barang bukti atau pengulangan tindak pidana. (æ/red)