Dompu, BeritaTKP.com – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menewaskan seorang perempuan berinisial SRI (28) di Kabupaten Dompu kini memasuki babak baru. Setelah proses penyidikan intensif selama empat hari, Polres Dompu melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim resmi melimpahkan berkas perkara tahap satu ke Kejaksaan Negeri Dompu.

“Berkas perkara Nomor: BP/79/VI/2025/RESKRIM resmi kami serahkan pada Rabu, 11 Juni 2025, pukul 14.00 WITA,” terang Kasat Reskrim Polres Dompu, AKP Ramli, SH melalui Kasi Humas AKP Zuharis, SH. dalam keterangannya, Kamis (12/06).

Pelaku dalam kasus ini adalah suami korban sendiri, pria berinisial SY (30), yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Kejadian tragis tersebut berlangsung pada Sabtu, 7 Juni 2025, di Dusun Nangasia, Desa Marada, Kecamatan Hu’u, dan menjadi perhatian publik karena kekerasan tersebut dilakukan secara sadar oleh pelaku.

Korban ditemukan tak bernyawa oleh ibunya, dengan luka parah di tubuhnya yang kuat diduga akibat kekerasan fisik dari suaminya. Penyelidikan cepat dilakukan menyusul laporan polisi Nomor: LP/B/114/VI/2025/SPKT/Res. Dompu/Polda NTB, yang diterima pada hari kejadian.

“Tersangka dalam kondisi sadar penuh saat melakukan tindakan tersebut. Tidak ditemukan pengaruh alkohol atau obat-obatan,” jelas AKP Zuharis.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, SY dijerat dengan Pasal 44 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara atau denda hingga Rp 500 juta.

Kapolres Dompu, AKBP Sodikin Fahrojin Nur, S.I.K., mengapresiasi profesionalitas tim penyidik dalam menangani kasus ini dengan cepat, tepat, dan berbasis fakta hukum.

“Polres Dompu bekerja secara profesional dan memastikan setiap kasus KDRT ditangani serius agar korban dan keluarga mendapatkan rasa keadilan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Kapolres menegaskan komitmen institusinya dalam memberantas segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Ia juga menyatakan akan terus memperkuat Unit PPA sebagai garda depan dalam perlindungan terhadap perempuan dan anak.

“Dengan pelimpahan tahap satu ini, kami siap melengkapi berkas bila ada petunjuk jaksa (P-19), agar proses P-21 dan pelimpahan ke tahap penuntutan dapat segera dilakukan,” pungkasnya.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa KDRT adalah kejahatan serius yang tidak memiliki tempat di masyarakat, dan proses hukum harus menjadi instrumen keadilan yang cepat dan tegas. (æ/red)