Surabaya, BeritaTKP.com – Ratusan buruh yang tergabung dalam SP KEP SPSI (Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan) melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Jatim, Jalan Indrapura, pada Selasa (11/6/2024) kemarin. Massa aksi dalam tuntutanya menolak Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat).

Ketua Bidang Hukum SP KEP SPSI Jawa Timur, Andika Hendrawanto mengatakan bahwa Tapera merupakan program pemerintah yang tidak rasional. Dijelaskan, jika simulasi iuran tapera diakumulasikan maka buruh akan mulai menabung ketika berusia 22 tahun. Pekerja diperkirakan akan pensiun pada umur 57 tahun atau memiliki masa kerja selama 35 tahun. Sedangkan, upah Minimum Kota (UMK) di Surabaya sebesar Rp4,7 juta.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera, potongan upah sebesar 2,5 persen dari total gaji. Sehingga, buruh harus membayar sebanyak Rp 118.200 per bulan. Jika rutin dilakukan selama 35 tahun, pekerja akan memiliki dana Tapera hanya Rp49 juta, padahal harga rumah subsidi dari pemerintah sebesar Rp150 juta.

“Program tersebut tak seindah penjelasan dari pemerintah yang memberikan mimpi-mimpi bahwa Pekerja Swasta dan Pekerja Mandiri akan mendapatkan rumah Impian,” kata Andika, Selasa (11/06/2024).

Selain tidak masuk akal, Program Tapera juga dinilai memberatkan pengusaha. Walaupun potongannya hanya 0,5 persen jika dihitung untuk keseluruhan pekerja yang akan dibayarkan oleh pengusaha maka hal itu berdampak pada pengeluaran perusahaan yang cukup besar.

Menurut Andika, pengusaha sudah terkena dampak pasar bebas, pajak yang naik, belum lagi beban iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Sehingga buruh khawatir menganggu iklim ekonomi dan investasi di Indonesia. “Kami tidak mau juga banyak usaha yang akan gulung tikar hanya karena sebuah program yang tidak jelas arti dan tujuannya,” imbuh Andika.

Selain UU Tapera, Buruh juga menolak UU No 4 Tahun 2023 tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan bab jaminan hari tua dan jaminan pensiun BPJS bagi pekerja. Alasan buruh, dana BPJS Ketenagakerjaan adalah murni dari sektor swasta dan pekerja tanpa adanya bantuan sama sekali dari pemerintah.

“Hal ini menjadi sangat tidak relevan jika pekerja buruh yang notabene menyetor uang dari keringatnya bekerja tidak bisa menikmatinya Ketika sudah ter-PHK,” tutur Andika. (ano)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here